Senin, 23 Agustus 2010

Letusan Gunung Toba.



Danau Toba adalah permata Sumatera, anugerah sang Pencipta yang luar biasa. Pesona keindahan danau Toba telah dikenal luas hingga ke mancanegara. Hal ini menjadikan danau Toba sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia. Selain pemandangan danau dan pegunungan yang elok, di sekitar daerah danau Toba juga dapat ditemukan rumah tradisional batak, kain tenun, tari-tarian dan berbagai macam peninggalan budaya lainnya yang sangat unik dan telah berkembang sejak ratusan tahun yang lalu. Namun di balik keindahannya, danau Toba memendam sepenggal kisah tentang hilangnya suatu masa dan runtuhnya sebuah peradaban. Sebuah peristiwa “mega collosal” yang bahkan mampu mengguncang dunia.


Terletak di ketinggian 906 m dpl, sebagian besar lanskap danau Toba didominasi oleh dataran tinggi dan pegunungan. Danau Toba terbentuk dari serangkaian proses tektonik dan vulkanik selama jutaan tahun. Danau yang terletak di Sumatera Utara ini memiliki luas 1.130 km, membentang dari arah utara ke selatan dengan panjang maksimum 100 km dan lebar maksimum 30 km. Kedalaman maksimum tercatat sekitar 505 m dengan volume air diperkirakan mencapai 240 km kubik. Menurut Wikipedia, danau Toba  adalah danau terbesar di Asia Tenggara, danau ke-14 terdalam di dunia dan bahkan, memegang rekor sebagai danau tektonik-vulkanik terbesar di dunia




Ahli Geologi berkebangsaan Belanda, Reinout Willem van Bemmelen (1904-1983) adalah orang pertama yang melaporkan adanya lapisan ignimbrite di sekitar danau Toba dan menyatakan danau Toba adalah sebuah kaldera sangat besar dari gunung berapi yang telah meletus. Ignimbrite adalah lapisan batuan vulkanik yang terbentuk dari  debu  vulkanis dan material lain yang dikeluarkan oleh gunung berapi saat meletus dan umumnya mengandung senyawa feldspar-kuarsa. Van Bemmelen menguraikan hasil observasi yang telah dilakukan dalam bukunya yang terkenal , Geology of Indonesia pada tahun 1949.

Hasil penelitian pada tahun-tahun berikutnya semakin memperjelas “kecurigaan” para ahli Geologi tentang adanya suatu gunung berapi yang besar, tepat di posisi danau Toba saat ini berada.  Dari pengambilan sampel sedimen yang dilakukan di dasar perairan Teluk Benggala, menemukan rhyolite, endapan material sangat halus yang komposisinya menyerupai granit dan berasal dari letusan gunung berapi. Van Bemmelen (1949) dan Stauffer, juga menemukan endapan serupa di berbagai lokasi di Malaysia. Sedangkan Williams dan Royce (1982), melaporkan adanya endapan rhyolite di India  yang seumur dengan penemuan van Bemmelen dan Ninkovich.

Toba, dengan diameter 90 kilometer di pulau yang sekarang dikenal dengan nama Sumatera, meletus dengan sangat dahsyat. Bersamaan dengan gelombang besar tsunami, ada 2.800 kilometer kubik abu yang dikeluarkan, yang menyebar ke seluruh atmosfir bumi kita. Yang mungkin telah mengurangi jumlah populasi manusia menjadi hanya sekitar 5000 sampai 10.000 manusia saja.
Dari luas daerah sebaran, ketebalan endapan, dan analisis terhadap senyawa rhyolite yang ditemukan di berbagai lokasi, para ahli Geologi berusaha merekonstruksi dan memperkirakan seberapa besar kekuatan letusan gunung berapi di Sumatera Utara yag terjadi sekitar 73.000-74.000 tahun yang lalu. Hasilnya sangat mengejutkan, karena menunjukkan bahwa gunung berapi yang pernah ada di danau Toba bukanlah gunung berapi biasa seperti yang diperkirakan sebelumnya, melainkan sebuah gunung berapi raksasa.

Gunung Toba diperkirakan meletus selama 9-14 hari memuntahkan material vulkanik sebesar 2800 km kubik, 800 km kubik diantaranya dalam bentuk debu vulkanik beracun karena memiliki kandungan belerang yang tinggi. Debu dan sebagian material vulkanis ini terbang menembus lapisan atmosfir bumi setinggi 27-37 km 

Debu vulkanik di atmosfir menyebar ke seluruh penjuru dunia, menghalangi masuknya cahaya matahari, menyebabkan sebagian besar permukaan bumi berada dalam kondisi “remang-remang”  hingga nyaris 10 tahun lamanya.  Beberapa daerah di sekitar gunung menjadi gelap gulita selama berbulan-bulan. Selain itu belerang (Sulfur) yang terkandung dalam debu vulkanik berikatan dengan uap air di udara membentuk asam sulfat dan jatuh ke bumi dalam bentuk hujan asam. 

Akumulasi debu vulkanik yang menutupi permukaan daun, redupnya cahaya dan hujan asam menyebabkan tumbuhan dan hewan di sekitar daerah letusan menjadi sangat merana. Akibatnya, sebagian besar hutan di Sumatera utara musnah karena tidak mampu berfotosintesis lagi.debu vulkanik gunung Toba menyelubungi seluruh daratan anak benua India setebal 15 cm hingga menyebabkan kerusakan hutan yang parah di wilayah tersebut. Endapan debu vulkanik ini juga ditemukan di Teluk Persia, Samudera India hingga Laut China Selatan  

Material vulkanik dalam bentuk cairan lava meluap ke sekeliling gunung dalam radius hingga 20.000 – 30.000 km persegi  (Aldiss dan Ghazali, 1984). Suhu lava saat keluar dari kawah dapat mencapai 550⁰C dan menyelimuti  sekitar 2/3 wilayah Sumatera utara setebal rata-rata 50 m. Bahkan di sekitar kaldera, rata-rata lapisan lava mencapai ketebalan 400 m Hampir dapat dipastikan, seluruh kawasan hutan belantara yang dilalui oleh lava tersebut luluh lantak dan hangus terbakar. Berbagai macam bentuk kehidupan di sekitar danau musnah seketika.

Selain lava, letusan gunung Toba juga mengeluarkan debu vulkanik tebal yang menyelubungi sebagian Asia Tenggara hingga India dengan luas lebih dari 4.000.000 km persegi. Beberapa saat setelah letusan terjadi, dapur magma yang runtuh membentuk lubang kaldera sepanjang 100 km, lebar 30 km dengan kedalaman 500 m. Lubang Kaldera ini kemudian terisi air dan menjadi sebuah danau yang besar. Masyarakat Batak menyebut danau tersebut:  Danau Toba. Sebagian dasar danau Toba, kemudian terangkat naik ke permukaan setinggi  ± 150 m oleh aktivitas tektonik dan membentuk Pulau Samosir 





Gambar diatas adalah Peta daerah sebaran lava letusan gunung Toba 73.000 tahun yang lalu (merah). Kota dan nama daerah dicantumkan hanya untuk perbandingan. Lingkaran hitam menunjukkan pusat letusan. Ketebalan lava rata-rata 50 m. Ketebalan lava di dekat kaldera mencapai 400 m. 

Terhalangnya cahaya matahari oleh debu vulkanik yang  menyelimuti atmosfir menyebabkan suhu rata-rata di seluruh dunia menurun sebesar 1-5⁰ C selama beberapa tahun . Bahkan, tiga tahun setelah letusan, suhu bumi turun hingga 15⁰C lebih dingin. Daerah ketinggian yang menjadi zona pembentukan salju juga menurun hingga 3000 m. Dengan demikian, puncak gunung yang memiliki ketinggian paling sedikit di atas 3000 m pada waktu itu, dapat dipastikan tertutup oleh salju. 

Daerah kutub di belahan bumi utara meluas hingga ke batas lintang 60⁰. Sebagian wilayah Skandinavia, Siberia, Semenanjung Kamchatka, Alaska, Kanada utara, seluruh Pulau Greenland dan Islandia tertutup lapisan es yang tebal sepanjang tahun hingga menyerupai padang es di Antartika. Tinggi permukaan air laut pun menurun akibat besarnya volume air laut yang membeku. menyatakan, letusan gunung Toba memperparah jaman es yang terjadi pada saat itu dan menyebabkan suhu di utara Kanada menurun hingga 12⁰C pada musim panas selama beberapa tahun. Penurunan suhu bumi secara drastis ini kira-kira mirip dengan yang digambarkan oleh sutradara Roland Emmerich dalam film sains-fiksi-nya (tentang global warming) yang dirilis tahun 2004: The Day After Tomorrow. Efek letusan gunung Toba terhadap perubahan iklim global.

Letusan gunung Toba tergolong sebagai letusan terbesar di dunia dalam kurun waktu 25 juta tahun terakhir  Letusan tersebut tergolong “mega-collosal” dengan skala mencapai 8 VEI (Volcanic Explosivity Index). Siklus letusan diperkirakan terjadi setiap 300-400 ribu tahun.



Gambar skala VEI

Gunung yang meletus dengan skala ini umumnya tergolong gunung api raksasa yang memiliki dapur magma sangat besar. Jenis gunung api raksasa seperti ini termasuk jarang ditemukan di alam karena membutuhkan waktu yang lama bagi dapur magma untuk mengumpulkan materi vulkanik dalam jumlah yang sangat besar. Dari jejak yang ditinggalkan, saat ini hanya ditemukan  40 gunung api raksasa dalam kurun waktu ratusan juta tahun.

Pemahaman tentang fenomena gunung raksasa tergolong cukup “baru” dikalangan para ahli Geologi dan Vulkanologi. Istilah “Supervolcano” sendiri baru ditetapkan sekitar tahun 2003 lalu. Defenisi dan kriteria Supervolcano belum begitu jelas, namun supervolcano setidaknya mengeluarkan volume material letusan sebanyak 1000 km kubik saat meletus. Volume 1000 km kubik itu sama dengan suatu kotak atau kubus yang ukuran dimensinya (panjang x lebar x tinggi) = 1000 km x 1000 km x 1000 km. Panjang maksimum pulau Jawa dari ujung barat ke ujung timur sekitar 1024 km. Begitu besarnya volume material letusan yang dikeluarkan oleh  supervolcano sehingga akibat yang ditimbulkan selalu bersifat katastrofik (sangat merusak dalam skala global). 

Sejauh ini, Supervolcano adalah bencana alam yang paling merusak dan paling menimbulkan banyak korban. Hanya ada satu bencana alam lain yang jauh lebih besar, namun ini sangat jarang terjadi, yaitu tubrukan asteroid dengan bumi. Salah satu kejadian yang paling dikenal adalah peristiwa tubrukan asteroid dengan bumi yang memusnahkan dinosaurus sekitar 65 juta tahun yang lalu.

Adegan meletusnya Supervolcano seperti gunung Toba dapat anda saksikan dalam film sains-fiksi yang kontroversial: 2012, arahan Sutradara Roland Emmerich yang dirilis tahun 2009. Dalam film tersebut, sesuai dengan ramalan suku Maya, kiamat akan terjadi pada tahun 2012. Salah satu bencana alam yang digambarkan terjadi dalam film tersebut adalah meledaknya kawah Yellowstone di Amerika Serikat. Meledaknya kawah tersebut menyebabkan runtuhnya gunung dan tenggelamnya permukaan tanah di sekitar daerah letusan.
 
Sebagaimana bencana katastrofik lainnya, peristiwa meletusnya gunung Toba tidak saja meninggalkan jejak dalam bentuk kaldera yang indah, tetapi juga menciptakan sejarah yang  mengubah wajah dunia untuk selamanya.



1 komentar: